Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

5 Langkah Mengatasi Kemarahan



Kita mengatakan pada diri kita bahwa orang Kristen tidak seharusnya marah jadi kita menyangkalnya. Saya seorang Kristen, jadi sudah alami kalau saya tidak marah. Saya prihatin, kecewa, terluka, tapi tidak marah.

Bayangan bahwa sebagai orang Kristen tidak boleh marah, sehingga menjadikan kita menyangkalinya, atau menekannya didalam sehingga itu memakan bagian tubuh, membuat sakit secara fisik atau membuat kita tertekan.

Jika kita tidak membiarkan kemarahan kita meledak, kita bisa membiarkannya mengalir dengan cara yang tidak disadari, seperti sering terlambat, menghindari orang, atau mencibir, dan menjadi sarkastik.

Ada cara yang lebih baik untuk mengatur kemarahan kita. Paulus menyuruh untuk membuangnya. Tapi bagaimana caranya?

1. Hal pertama yang bisa kita lakukan adalah mengakui kemarahan kita dengan jujur dan menerima tanggung jawabnya. 

Belajar bertanya pada diri sendiri “Apa yang saya rasakan saat ini? Apakah saya marah pada orang itu atas perlakuannya? Kemudian akui itu. Bukannya “kamu membuat saya marah.” Itu merupakan percobaan menyalahkan orang lain, dan itu tidak adil bagi mereka. Tidak ada yang bisa membuat kita seperti itu! Mereka bertanggung jawab atas tindakan mereka sendiri, tapi kita bertanggung jawab atas perasaan kita. 

Kita memilih untuk marah. Kita memilih untuk mengampuni, bertindak baik, bicara halus atau berkelakar. Tapi jika kita memilih untuk marah, kita harus mau mengatakannya: “Saya merasa marah karena kamu bicara seperti itu pada saya.” Kita tidak memberi sarkasme, merendahkan, tuduhan, hanya pernyataan yang jujur. 

Yakobus berkata kita harus mengakui kesalahan kita kepada sesama (Yakobus 5:16). Cobalah. Dan saat anda melakukannya, baik untuk menyatakan keinginan anda juga untuk mengatasi kemarahan. Katakan seperti ini, “Saya tidak ingin marah dengan anda. Saya tidak suka diri saya saat marah seperti ini. Saya ingin merasa dekat dengan anda dan mengasihi anda.” Ini bisa memperlancar proses penyembuhan.

2. Untuk menghilangkan kemarahan itu adalah dengan melihat sebabnya. 

Tuhan ingin kita berpikir dengan baik dan seksama sebelum kita bicara. 

Hal terbaik yang bisa terpikir mungkin alasan dari kemarahan kita. Sebagian besar kemarahan bisa dilihat dari kebutuhan dan keinginan kita. Dua orang psikiatris Kristen mengusulkan beberapa sebab umum: 

(1)  Keegoisan: tuntutan egois kita tidak terpenuhi;

(2)  perfectionism: harapan kita yang perfecsionis tidak terpenuhi yang membuat kita marah pada diri sendiri dan orang lain; 

(3)  Kecurigaan: kita salah mengartikan motivasi atau maksud orang lain. Kita pikir mereka mengabaikan kita, merendahkan atau melawan kita. Kita ingin orang memperlakukan kita dengan tepat dan kita marah saat mereka tidak melakukannya, jadi langkah penting untuk mengatasi kemarahan kita adalah mengidentifikasi apa yang kita inginkan darinya.

Apakah perhatian, rasa hormat, pengakuan, penghargaan, pertimbangan atau kasih yang ingin aku dapatkan? Apakah saya ingin didengar, pendapat saya dihargai, permintaan saya dianggap penting? Apakah saya ingin dilihat sebagai orang yang bertanggung jawab? Apakah saya ingin milik saya ditangani dengan baik? Apakah saya ingin orang lebih memperhatikan perasaan saya, atau kenyamanan saya? Kita semua menjadi marah karena kita mengharapkan seseorang memenuhi keinginan kita, dan mereka gagal. Jadi identifikasi keinginan itu.

3. Ampuni kesalahan mereka dalam memenuhi harapan kita

Kita harus mengampuni mereka saat kita menyadari betapa Tuhan telah mengampuni kita. Dan pengampunan bisa menghapuskan kemarahan keluar dari hidup kita. Kemarahan sering membalas kesalahan orang lain terhadap kita. Tapi jika kita mengampuni, kita membayarnya sendiri. Dan karena mereka dibayar, maka tidak ada alasan untuk marah lagi.

Sebagian dari orang Kristen bergumul dengan kemarahan karena kita memiliki pengertian yang lemah akan anugrah Tuhan. Kita hidup dalam dunia hukum, dan kita pikir kita harus melakukan sesuatu untuk bisa mendapat kelayakan oleh Tuhan. Jadi kita mengharapkan yang lain untuk melakukan tuntutan perfeksionis kita sebelum mereka mendapat penerimaan kita. Jika mereka gagal, kita pikir kita punya hak menghukum mereka dengan kemarahan. Tuhan telah menerima dan mengampuni kita, bukan atas dasar performance kita tapi atas dasar anugrahNya.

Saat kita mengerti betapa besar dosa kita, dan betapa hebat kasih karuniaNya, kita akan berhenti meminta bayaran dari orang lain saat mereka gagal memenuhi harapan kita. Kita akan mampu mengampuni, dan kemarahan kita akan terselesaikan. 

4. Menyatakan keinginan kita secara terbuka. 

Jika kita ingin sesuatu dari mereka yang dekat dengan kita, atau merasa kita membutuhkan sesuatu dari mereka, kita seharusnya mengatakannya. Jangan memainkan main petak umpet: “Jika kamu mengasihi aku, kamu pasti tahu keinginanku.” Katakan dengan jelas, apapun itu. “Sayang, saya ingin pergi makan malam ...” “Sangat penting bagi saya jika kamu meletakan baju kotor di keranjang.” “Saya suka jika kamu menyambut saya dengan gembira saat pulang rumah. Itu membuat hidup satu hari saya ...” “Saya ingin kamu mengatakan “Aku cinta kamu,” atau “Aku minta maaf, aku salah,” atau “terima kasih.”

Kadang orang gagal memenuhi keinginan kita karena mereka benar-benar tidak tahu apa itu. Beberapa protes karena saya memberikan usulan ini pada mereka: “Tapi saya sudah memberitahu padanya ribuan kali. Itu tidak berarti apa-apa.” Kita mungkin telah merengek, mengeluh, dan menuduh ratusan kali. Tapi itu hanya membangkitkan permusuhan dan penolakan. Kita perlu menjelaskan secara langsung, tenang, baik dan kasih apa yang kita inginkan. Dan itulah perbedaannya! Coba bicarakan itu, bagikan apa yang anda inginkan dan kenapa itu penting bagi anda.

Dan baik bagi kita jika menjalani keseluruhan proses ini sebelum tidur—akui kemarahanmu, lihat alasannya, ampuni kesalahan orang lain dan nyatakan keinginanmu. Lihatlah kembali. “Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu” (Ephesians 4:26). Jangan membangun permusuhan. Bicarakan hal yang membuat anda marah, dan lakukan itu sebelum hari berakhir jika mungkin. Saat kita membiarkan itu terus ada, itu akan tertimbun tanggung jawab sehari-hari dan menjadi cacing yang membusukan hubungan.

Mungkin kita harus mengingatkan anda sekali lagi bahwa saat anda mengatakan keinginan anda, anda harus memberikan orang lain kebebasan untuk memenuhinya atau tidak. Anda ingin kebebasan dari mereka kan? Jadi berlakukan kebebasan yang sama kepada mereka. Tolak untuk mengurung mereka dalam harapan dan tuntutan anda, memanipulasi mereka untuk sesuai dengan kehendak anda, atau membuat mereka merasa bersalah jika mereka gagal. Serahkan semua harapan anda kepada Tuhan dan biarkan Dia memberikan itu melalui mereka hal yang Dia ingin anda dapatkan. Roh Tuhan akan menggunakan sikap itu untuk menghilangkan kemarahan dari kehidupan anda.

5. Mencari pertolongan Tuhan dan orang lain

Ini mungkin langkah terpenting dari semuanya. Bicarakan pada Tuhan tentang kemarahan anda. Minta Dia memberikan anda kejelasan pengertian tentang alasannya, keinginan untuk mengatasinya, kemauan untuk mengampuni orang lain dan menyerahkan harapan anda kepadaNya. Kemudian undang orang lain untuk mengatasinya dengan meminta mereka memberitahu anda kalau mereka merasa anda marah. 

Kemarahan adalah karya daging, nature dosa (lihat Galatians 5:19-20). Itu datang secara alami. Tapi Tuhan ingin kita untuk berubah, dan Dia bisa menolong kita. “hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging” (Galatians 5:16). Hidup dihadapan Tuhan, bergantung pada kuasaNya. Minta Dia membuat anda peka terhadap kemarahan dan menolong anda mengatasinya. Minta pasangan anda, anak anda dan teman anda saat mereka merasakan kemarahan ada dalam anda, kemudian berbalik pada Tuhan untuk kuasa kemenanganNya agar kemarahan dihilangkan dari anda, seperti perintah Tuhan.

Posting Komentar untuk "5 Langkah Mengatasi Kemarahan"