Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kesaksian Mantan Muslimah: Besar di Pesantren Namun Memilih Ikut Yesus


Kartini adalah seorang yang dibesarkan dari keluarga Muslim. Tidak hanya sebatas beribadah sesuai agamanya, Kartini mendapatkan pendidikkan penuh setelah dimasukkan ke pesantren oleh orang tuanya.

Ia tumbuh dan besar di lingkungan yang tidak mengenal Yesus, dan memiliki keyakinan besar pada imannya saat itu. Tidak jarang Kartini berdebat dengan teman-temannya yang memiliki keyakinan berbeda dengannya. Tidak hanya yang Kristen, semua agama di luar agamanya ia anggap sesat. Tapi ia mengaku, jika ia paling senang mendebat dengan orang Kristen. Ia bahkan pernah berteriak dan mengolok di depan gereja dekat rumahnya saat hari minggu dan sedang berlangsung kebaktian. Menurut Kartini, sungguh tidak masuk akal ada agama yang memiliki 3 Tuhan.


Teman-teman yang berbeda agama ditemukan Kartini saat ia pindah ke Bandung untuk melanjutkan pendidikannya. Ia nge-kost di tempat yang mana mahasiswa-mahasiswi atau penghuni kost lainnya mayoritas beragama Kristen. Menurutnya, ini adalah tantangan untuk menjebak dan mendebat mereka.

Pernah suatu ketika Kartini yang sedang menghabiskan waktu di kamar salah seorang temannya dengan iseng membuka alkitab dan membaca isinya. Disana ia membaca tentang Allah yang menciptakan manusia dari tanah. Kartini pun merasa bingung karena itu hal yang sama dengan yang tertulis di kitab agamanya. Padahal sepengetahuan Kartini, Alkitab itu sudah dipalsukan dan penafsirannya salah.

Awal pergi ke gereja

Perasaan ingin tahu mulai tumbuh sejak Kartini membaca Alkitab pada hari itu. Ia mulai meminta kepada temannya untuk ditemani ke gereja. Jelas karena ia ingin menyelidiki dan menyiapkan debatan lainnya. Pertama kali masuk gereja, Kartini merasakan haru yang luar biasa, rasa sedih hingga akhirnya ia menangis sampai kebaktian selesai. Batinnya jelas berontak karena secara tidak langsung ia percaya dan berdosa.

Minggu-minggu berikutnya Kartini selalu rindu untuk pergi ke gereja, ia rutin pergi bersama temannya sampai tidak terasa 4 bulan sudah sejak pertama kali ia datang ke rumah Tuhan. Walaupun demikian, Kartini masih menolak untuk menyebut nama Yesus. Ia merasa percaya kepada Allah tetapi tidak mempercayai Yesus sebagai Tuhan dan Anak Allah. Karena ada beberapa penjelasan dari agamanya mengenai hal tersebut.

Kartini jatuh sakit

Biarpun Kartini pergi ke gereja, ia tetap menjalankan kewajiban di agamanya. Hingga pada suatu hari Kartini jatuh sakit hingga dua minggu dan tidak ada tanda membaik. Memasukki minggu ketiga, Kartika yang masih belum merasa baikan menyalakan televisi. Ada sebuah acara yang mana seorang hamba Tuhan sedang berkotbah, dan mengajak untuk berdoa. Secara spontan Kartika mengambil Alkitab dan membukanya asal. Disana ia menemukan cerita tentang seorang wanita yang mengalami pendarahan dan tidak kunjung sembuh yang menjamah jubah Yesus, dan karena kepercayaannya ia kemudian sembuh saat itu juga.

Baca juga: 'Saya Memilih Kristus', Kisah Ibu Sarah Ayu Istri Pendeta Saifuddin Ibrahim


Dari sana Kartini merasa yang dialami wanita itu sama dengannya, ia juga sedang sakit dan tak kunjung sembuh. Ia pun mulai berdoa dengan maksud 'menantang' Yesus untuk menyembuhkan sakitnya. Mujizat terjadi, kesokan harinya Kartini sembuh. Ia pun mulai sering membandingkan kitab dari agamanya, beserta tokohnya dengan Alkitab. Tuhan menjamah hatinya, memberikan pengertian yang sebelumnya tak ia dapatkan. Dari semua ayat di kitabnya ia dapat membuktikan kalau Yesus adalah Allah. Tuhan seolah-olah membukakan mata rohani Kartini.

Suatu hari Kartini harus pergi ke pesantren untuk meminta surat legalisir ijazah. Di kumpulan berkas yang ia kumpulkan untuk dilegalisir, ternyata ada surat keterangan baik yang diberikan oleh kepolisian Bandung, yang juga bertuliskan agama dari Kartini, Kristen Protestan. Bukannya mendapatkan ijazah, ia mendapatkan debat dari pemuka agama dan guru-gurunya terdahulu. Ia tidak hanya pulang dengan tangan hampa, tetapi juga dengan cacian dan tuduhan negative lainnya.

Pulang ke rumah

Saat Kartini pulang ke rumahnya, ia mendapatkan perlakuan serupa dari anggota keluarganya. Entah mereka tahu dari mana, mungkin sudah diberitahu sebelumnya oleh pihak pesantren saat Kartini dalam perjalanan ke rumah. Mereka menuduh Kartini menjual agamanya hanya untuk uang atau makanan yang diberikan oleh gereja. Tidak jarang ada yang menuduh pihak gereja memberikan santet atau guna-guna dari barang yang mungkin saya terima dari mereka.

"Ayah saya marah, sampai dia bilang kalau sampah di pinggir jalan pun lebih berharga dari pada saya. Ia juga merasa malu karena disidang oleh pihak psantren, mulai dari guru hingga anggota yayasan. Maklum, ayah saya termasuk orang yang berkontribusi untuk pesantren. Beliau juga sudah memasukkan nama saya ke menteri agama, katanya jaga-jaga jika saya berbuat suatu di masa mendatang, ia sudah tidak mau bertanggung jawab lagi."

Baca juga: Kesaksian Mantan Muslim Daud Ali yang Dipenjara Karena Iman: 'Saya Siap Dipakai Tuhan'


Hal ini tidak membuat Kartini mundur dari imannya. Ia boleh merasa kecewa kepada kedua orang tuanya, tetapi ia merasa tidak pernah dikecewakan oleh Yesus. Dari sana ia membulatkan tekadnya untuk lebih serius mencintai Yesus, ia memilih untuk dibaptis. Ia tidak lupa berdoa untuk keselamatan keluarga dan saudara-saudaranya walaupun mereka tidak pernah menaruh perhatian pada Kartini lagi.

Kartini sangat bersyukur setelah apa yang ia alami, tidak pernah sekalipun ia merasa ditinggalkan oleh Tuhan Yesus. Tidak hanya kessenangan rohani, tetapi semuanya digenapi Tuhan. Kesadaran penuh Kartika ada untuk tidak bersandar pada manusia sekalipun orang tuanya sendiri membawanya berserah hanya kepada Tuhan saja.

Baca juga: Kesaksian Adjie Notonegoro Masuk Kristen Setelah Umrah

(Sumber: kesaksian-life)

Posting Komentar untuk "Kesaksian Mantan Muslimah: Besar di Pesantren Namun Memilih Ikut Yesus"