Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pemberontak di Burma yang Menutup Lebih dari 100 Gereja Mengijinkan 51 Dibuka Kembali


Para pemberontak etnis yang menutup lebih dari 100 gereja di Burma timur (Myanmar) pada tahun 2018 telah mengijinkan 51 gereja Baptis dibuka kembali, kata sumber.

Para pemberontak Etnis Wa dari United Wa State Army (UWSA) minggu ini mengumumkan bahwa mereka telah mengijinkan 51 gereja Baptis untuk dibuka kembali di negara bagian Shan utara setelah menyelidiki para jemaat dan kegiatan mereka selama 14 bulan. Proses peninjauan masih berlangsung untuk gereja-gereja lainnya yang tersisa, menurut para pejabat UWSA.


Setidaknya 10 bangunan gereja dihancurkan ketika pasukan UWSA menutup gereja-gereja pada bulan September 2018 dan menahan lebih dari 200 orang Kristen yang kemudian dibebaskan setelah diselidiki.

"Kami sedang menyelidiki sisa gereja. Kami menutup gereja karena beberapa orang yang bekerja di gereja sangat ekstrim," Nyi Rang, penanggung jawab kantor penghubung UWSA di kota Lashio, negara bagian Shan utara, mengatakan kepada Morning Star News. "Di beberapa tempat, ada sedikit rumah. Tetapi ada banyak gereja. Ini menciptakan perpecahan dengan komunitas etnis lokal."

Sekretaris umum Konvensi Baptis Lahu, yang diidentifikasi sebagai Pendeta Lazarus, mengatakan bahwa gereja-gereja itu tidak "ekstrem."

"Saya pikir gereja dan kegiatan keagamaan kami tidak menciptakan perpecahan dan masalah, karena kami memiliki gereja-gereja yang berasal dari etnis Wa, Kachin, Lahu, Ahkar dan Lisu," kata Lazarus kepada Morning Star News. "Mungkin ada alasan lain untuk menutup gereja." Gereja-gereja yang dibuka kembali terletak di kota Shan, Panghsang, Hopang, Kho Pang dan kota Namphan, katanya.

Baca juga: Pendeta yang Dipenjara Karena Imannya Membagikan Pengalamannya yang Mengerikan di Penjara Burma


Sebagian besar penduduk di wilayah Wa yang berbatasan dengan China yang memuja roh, yang disebut Nat. Banyak ras etnis seperti Lahu, Ahkar, Kachin, Lisu, dan juga beberapa Wa, bagaimanapun adalah Kristen. Ada beberapa umat Buddha di wilayah tersebut.

UWSA adalah kelompok bersenjata etnis terbesar di Burma, dengan sekitar 30.000 tentara. Para pemimpinnya memiliki pandangan komunis, yang mencerminkan kedekatan lama mereka dengan perbatasan Tiongkok.

Lazarus mengatakan para pejabat denominasi senang bahwa 51 gereja dibuka kembali.

"Kami sangat bahagia, dan kami berterima kasih kepada para otoritas Wa karena mengizinkan kami untuk membuka kembali gereja-gereja," kata Lazarus. "Kami berharap mereka juga akan membuka kembali gereja-gereja yang ditutup lainnya."

Lahu Baptist Convention mengeluarkan pernyataan pada tanggal 25 September 2018, yang menyatakan bahwa beberapa siswa Lahu yang ditahan oleh UWSA dipaksa untuk melayani sebagai tentara UWSA. Awal bulan itu, pasukan UWSA menutup setidaknya 10 gereja, termasuk enam milik Kachin Baptist Convention.

Baca juga: Rumah-rumah Ibadah Diserang Dengan Frekuensi Mematikan di Tahun 2019


Semua bangunan gereja yang dibangun setelah 1992 akan dihancurkan atau ditutup karena dibangun tanpa izin dari para pemimpin UWSA, kata kelompok itu dalam pernyataan pers tanggal 13 September 2018.

Sebuah program televisi yang dikelola UWSA menyatakan bahwa kelompok pemberontak itu telah menangkap dan menginterogasi para pemimpin agama karena melanggar peraturan dan undang-undang organisasi yang melarang orang asing untuk menjabat sebagai pemimpin agama di daerah-daerah yang dikendalikan oleh Wa.

Para pemimpin Kristen telah mengatakan para militan, yang sebagian besar mengikuti agama suku, berupaya mengurangi penyebaran agama Kristen.

UWSA adalah sayap militer dari United Wa State Party (UWSP), partai yang berkuasa secara de facto di daerah tersebut. Itu dibentuk setelah keruntuhan sayap bersenjata Partai Komunis Burma pada tahun 1989.

Baca juga: Tiongkok Berusaha Untuk 'Menulis Ulang Alkitab', Memaksa Gereja Menyanyikan Lagu-Lagu Komunis


UWSA mengumumkan wilayahnya sebagai Daerah Administrasi Khusus Pemerintah Negara Bagian Wa pada tanggal 1 Januari 2009, dan meskipun pemerintah Burma tidak secara resmi mengakui kedaulatannya, militer Burma telah berperang bersama UWSA melawan milisi nasionalis Shan.

Meskipun kebebasan secara de facto dari Burma, negara bagian Wa secara resmi mengakui kedaulatan Burma atas semua wilayahnya, dan pada 2013 kedua pihak menandatangani perjanjian damai.

Burma memiliki penduduk sekitar 80 persen umat Buddha dan 9 persennya Kristen.

Baca juga: Inilah Alasannya Kenapa Umat Kristen Hmong Dianiaya Pemerintah Vietnam

(Sumber: Christianheadlines)

Posting Komentar untuk "Pemberontak di Burma yang Menutup Lebih dari 100 Gereja Mengijinkan 51 Dibuka Kembali"