Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Korea Utara Lebih Takut Terhadap Orang Kristen Daripada Senjata Nuklir: Pastor yang Sebelumnya Dipenjara Mengungkapkan


"Kami tidak takut dengan senjata nuklir ... kami takut pada seseorang seperti Kalian yang membawa agama ke negara kami dan menggunakannya untuk melawan kami dan kemudian semua orang akan berbalik kepada Tuhan dan ini akan menjadi negara ber-Tuhan dan kami akan jatuh"

Sebuah film dokumenter pendek baru mengungkap tantangan yang dialami orang-orang Kristen di Korea Utara di sebuah negara di mana jutaan orang yang bahkan belum pernah mendengar nama Yesus Kristus. Meskipun kondisinya sangat tertindas, para penginjil dan cendekiawan memimpikan masa depan baru bagi negara yang tertindas.


Ketika Kementriaan dari Departemen Luar Negeri bertujuan Memajukan Kebebasan Beragama diselenggarakan hanya beberapa mil jauhnya, film "Humanity Denied: Religious Freedom in North Korea" dari Komisi Etika & Kebebasan Beragama dipertunjukkan untuk pertama kalinya di gedung Senate Dirksen, pada hari Kamis. Setelah film itu, sekelompok para ahli berbicara tentang situasi di negara jauh di bagian Timur.

"Situasi di Korea Utara sangatlah mengerikan," kata Olivia Enos, seorang analis politik dalam studi Asia di Heritage Foundation, mencatat bahwa laporan yang dapat dipercaya secara konsisten menempatkan Korea Utara sebagai tempat terburuk di dunia bagi umat Kristen dan siapa pun yang memiliki kepercayaan, dalam hal penindasan dan pelanggaran hak asasi manusia.

Laporan Komisi Penyelidikan 2014 oleh U.N., ia mencatat, menjelaskan bahwa orang Korea Utara yang melarikan diri ke China yang belum dipulangkan ditanya dengan dua pertanyaan, yaitu, apakah mereka memiliki kontak dengan Korea Selatan atau apakah mereka berinteraksi dengan misionaris Kristen apapun. Jika mereka menjawab ya dari salah satu pertanyaan-pertanyaan itu, mereka akan menghadapi akibat yang parah seperti penyiksaan dan pemenjaraan.

"Ini menggambarkan bagaimana rasanya menjadi seorang Kristen di dalam Korea Utara," katanya, menambahkan bahwa "ini menceritakan bagaimana pemerintahan Kim dalam memahami agama secara umum."

Baca juga: Sebelum Dibunuh, Misionaris Ini Membimbing 1.000 Orang Dari Korea Utara kepada Kristus


Pemerintah komunis memang benar takut pada agama, tambahnya, mengutip bagaimana gerakan-gerakan keagamaan yang damai dapat menggulingkan pemerintahan komunis dalam beberapa dekade terakhir seperti di Eropa Timur.

"Pemerintahan Kim melihat agama berpotensi mengancam kepemimpinannya."

Kenneth Bae, seorang pastor Korea-Amerika, yang disandera di Korea Utara dari tahun 2012 hingga 2014, menjelaskan bahwa ketika para pihak berwenang Korea Utara menangkapnya dan mengetahui bahwa dia adalah seorang misionaris, dia dituduh sedang berusaha untuk menggulingkan pemerintah Korea Utara. Selama bertahun-tahun, Bae telah memimpin tim ke Korea Utara sehingga mereka dapat mengunjunginya sebagai turis tetapi berdoa dan beribadah saat berada di negeri itu.

Orang-orang Korea Utara juga mengatakan kepadanya bahwa jika satu orang kembali dan memulai sebuah panti asuhan dan 10 anak-anak menjadi orang Kristen, mereka hanya akan melipatgandakan dari sana dan menghadirkan ancaman bagi bangsa mereka.

Baca juga: Penganiayaan Agama: Lebih dari 300 Tempat Eksekusi Terbongkar Di Korea Utara


"Mereka mengatakan 'kami tidak takut dengan senjata nuklir ... kami takut pada seseorang seperti Kalian yang membawa agama ke negara kami dan menggunakannya untuk melawan kami dan kemudian semua orang akan berbalik kepada Tuhan dan ini akan menjadi negara ber-Tuhan dan kami akan jatuh," kata Bae kepada lusinan orang yang berkumpul di acara tersebut.

Bae diberitahu bahwa ia mungkin merupakan kriminal dari Amerika paling berbahaya yang pernah mereka miliki sejak Perang Korea. Dia dijatuhi hukuman 15 tahun kerja paksa, dan kemudian dikirim ke kamp kerja paksa Korea Utara. Dia akhirnya dibebaskan pada tahun 2014.

Pyongyang pernah dikenal sebagai "Yerusalem di Timur Jauh" dan memiliki keberadaan Kristen yang kuat, dia menjelaskan. Tetapi dewasa ini, kecuali iman dari segelintir orang yang telah dipaksa di bawah tanah, sebagian besar orang Korea Utara tidak pernah mendengar nama Yesus. Dalam semua ratusan pengungsi yang telah ia temui, Bae menceritakan bahwa ia tidak pernah bertemu seorang pelarian pun yang melarikan diri dari Korea Utara yang telah mendengar tentang Yesus.

Ketika Bae akan berbicara tentang Yesus dengan para orang Korea Utara, mereka akan bertanya kepadanya apakah Yesus tinggal di Korea atau China.

Baca juga: Pembelot dari Korea Utara, Illyong Ju: 'Seluruh Keluarga Sepupuku Dieksekusi Karena Injil'


"Korea Utara bukan negara dimana orang Kristen dianiaya; itu adalah sebuah negara di mana agama Kristen telah dieliminasi, pemusnahan total terjadi. Dan jika kamu adalah orang Kristen, mereka akan membunuh kamu dan mereka akan membunuh orang tua kamu."

"Pengakuan resmi rezim Korea Utara disebut Juche, yang berarti "percaya pada kemampuan sendiri.""

Ketika filsafat ini dicetus pada tahun 1960-an, mereka dengan sengaja menghapus nama Yesus  semuanya dari dalam budaya; alasan mereka melakukan ini, Bae menduga, adalah karena Alkitab mengatakan dalam Yohanes 14 bahwa "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku. Tanpa Yesus, tidak seorang pun dapat menemukan kebenaran, jalan, atau menerima kehidupan," katanya.

Pastor Korea-Amerika adalah penulis riwayat singkat tentang dirinya tahun 2016 Not Forgotten: The True Story of My Imprisonment in North Korea. Dewasa ini ia memimpin Kampanye Petisi satu juta Doa Nehemia/Nehemiah One Million Prayer Petition Campaign, sebuah upaya mengerahkan campur tangan bagi rakyat Korea Utara.

Baca juga: Wanita Korea Utara yang Dipenjara Karena Iman Menceritakan Bagaimana Allah Memeliharanya di Tengah Pelecehan yang Mengerikan


Selama berada di kamp kerja paksa dan setelah mengenal para penjaga penjara dia menyadari bahwa meskipun dicuci otak secara mendalam, mereka tidak jauh berbeda darinya. Mereka hanya kebetulan lahir di Korea Utara.

Perkiraan konservatif menyatakan bahwa sekitar 80.000 hingga 120.000 orang saat ini ditahan di kamp kerja paksa dan penjara politik di Korea Utara, menurut Enos.

"Orang-orang dapat dikirim ke kamp-kamp penjara ini untuk sesuatu yang sederhana: membaca Alkitab, menonton drama Korea Selatan, mendengarkan K-pop. Ini adalah hal yang umum dan hal biasa yang kita sebagai orang Amerika terima begitu saja," katanya.

Tidak ada perkiraan pasti tentang berapa banyak orang yang telah tewas di dalam kamp-kamp politik Korea Utara tersebut tetapi beberapa percaya jumlahnya berkisar dari 400.000 hingga jutaan, kata Enos.

Baca juga: Pembelot Korea Utara: "Kekristenan Bertumbuh di Tengah Penganiayaan dan Kekejaman yang Ekstrim"


Ke mana pun Bae sekarang pergi, dia bertemu orang-orang yang memberitahunya bagaimana mereka berdoa untuknya ketika dia dalam tahanan.

"Orang-orang mengingat, kamu dan saya belum melupakan Kamu ketika kamu berada di Korea Utara dan saya belum melupakan orang-orang tersebut, 25 juta orang yang belum pernah mendengar nama Yesus. Saya akan memulihkan mereka, saya akan mengungkapkan mereka sebagai umat saya sekali lagi," katanya, menceritakan kembali firman Tuhan yang mengingatkannya.

Pekerjaan Bae melibatkan pengiriman bantuan dan Alkitab dalam botol-botol beras yang dikirim melalui sungai Korea Utara dan membantu warga Korea Utara melarikan diri, termasuk mereka yang terjebak dalam perbudakan seks di China.

"Kita harus bersiap-siap ketika Korea Utara terbuka. Jika rezim Korea Utara tiba-tiba jatuh, apakah kita siap untuk memiliki cukup Alkitab untuk memberi tahu mereka apa itu kebenaran dan bagaimana mereka dapat menemukan kebenaran?" katanya.

Baca juga: Mengapa Kim Jong Un Begitu Takut Akan Kekristenan?


Salah satu tujuannya adalah untuk mencetak 1 juta Alkitab dan membawanya ke Korea Utara sebelum runtuh, dengan tujuan mendistribusikan Alkitab ke setiap rumah tangga di Pyongyang, sehingga alkitab itu dapat berfungsi sebagai cetak biru untuk pembangunan kembali masyarakat mereka.

Korea Utara berada di peringkat sebagai negara terburuk untuk penganiayaan terhadap Kristen di World Watch List tahunan Open Doors. Organisasi itu memperkirakan bahwa banyak warga negara itu sendiri — termasuk sekitar 50.000 orang beriman — ditahan di pusat-pusat penahanan, penjara, atau kamp-kamp politik.

Baca juga: Apa Yang Terjadi Pada Umat Kristen Korea Utara Jika Kim Jong Un Meninggal?

(Sumber: Christianpost)

Posting Komentar untuk "Korea Utara Lebih Takut Terhadap Orang Kristen Daripada Senjata Nuklir: Pastor yang Sebelumnya Dipenjara Mengungkapkan"